Minggu, 15 Mei 2011

INDUSTRI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam sebuah perekonomian sektor industri dianggap sebagai sektor yang mampu menjadi pimpinan dari sektor lain. Produk industri mempunyai nilai jual yang tinggi dari pada sekor lain. Hal tersebut dikarenakan produk inustri sangat beragam dan memberika nilai dan manfaat yang tinggi bagi masyarakat. Industri menjadi penolong bagi perekonomian suatu negara, sehingga pemerintah banyak memberikan kebijaksanaan- kebijaksanaan tentang industri. Namun kebijaksanaan itu terkadang tidak atau kurang diadaptasi dengan kondisi sosial masyarakat setempat, misalnya penguasaan teknologi, ketersediaan sumber daya, dll. Perkembangan sektor industri harus sejajar dan sejalan dengan sektor lain yang non industri seperti sektor pertnian, perkebunan, perikanan, dan sektor- sektor lain.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep industri dan industrialisasi?
2. Bagaimana sejarah dan klasifikasi industri di indonesia?
3. Bagaimana konsep makro ekonomi sektor industri di indonesia?
4. Bagaimana konsep mikro ekonomi struktur industri di indonesia?
5. Bagaimana konsentrasi, daya saing, da kebijaksanaan industri yang indonesia terapkan?
6. Bagaimanna tantangan perkembangan sektor industri di indonesia dan bagaimana kontribusinya pada masyarakat?
7. Bagaiana pengembangan industri di indonesia?

C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui bagaimana konsep industri dan industrialisasi
2. Mengetahui bagaimana sejarah dan klasifikasi industri di indonesia
3. Mengetahui bagaimana konsep makro ekonomi sektor industri di indonesia
4. Mengetahui bagaimana konsep mikro ekonomi struktur industri di indonesia
5. Mengetahui bagaimana konsentrasi, daya saing, da kebijaksanaan industri yang indonesia terapkan
6. Mengetahui bagaimanna tantangan perkembangan sektor industri di indonesia dan bagaimana kontribusinya pada masyarakat
7. Mengetahui bagaimana pengembangan industri di indonesia

























BAB II
PEMBAHASAN

A. Industri dan Industrialisasi
 Pengertian Industri
Semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut.
 Argumentasi industrialisasi
Ada empat argumentasi dalam industrialisasi, dimana masing- masing dari argumentasi mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Jenis keunggulan kelebihan kekurangan
Argumentasi keunggulan komparatif (compartive advantage) Industri akan unggul, sumber daya ekonomi akan teralokasikan dengan baik Jenis produk kurang diminati
Teori keterkaitan industrial (industrial linkage) Mampu menggerakan sektor lain Kurang efisien
Argumentasi kesempatan kerja Sangat manusiawi karena berbasis pada penciptaan lapangan kerja Kurang dapat menggerakan sektor lain
Argumentasi loncatan teknologi Memicu perkembangan industri sektor lain Boros defisa






 Strategi industrialisasi
Terdapat dua macam pola dalam industrialisasi yang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing- masing.
Pola strategi industrialisasi kelebihan kekurangan
Pola substitusi impor Industri akan bertumbuh besar Industri akan tidak kunjung dewasa (ketergantungan)
Pola substitusi ekspor Menumbuhkan devisa negara Tergantung pada pasar

 Argumentasi dan strategi industrialisasi di indonesia
Selaras dengan negara- negara lain, di indonesia sektor industri juga diharapkan mampu menjari penggerak sektor- sektor lain. Dalam perkembangan perekonomian indonesia selalu diwarnai dengan pertumbuhan dan perkembangan industrialisasi. Argumentasi industrialisasi indonesia pada mulanya didominasi dengan argumentasi keterkaitan industrial (industrial linkage), namun sekarang berubah menjadi argumentasi loncatan teknologi (hi- tech). Industri di indonesia pada awalnya mengembangkan substansi impor namun seiring berkembangnya zaman indonesia mengubah sustansi industrialisasinya menjadi substansi ekspor.

B. Sejarah dan Klasifikasi Industri Di Indonesia
 Lintasan sejarah sektor industri
Pada tahun 1920an sektor industri di indonesia masih banyak yang dikuasai asing. Jenis industri yng ada ada saat itu adalah alat- alat rumah tangga. Tenaga kerja terpusat pada pertanian dan perkebunan demi memenuhi kebutuhan kolonial balanda. Perusahaan besar hanya ada dua buah saja. Pada tahun 1939 mayoritas tenaga kerja bekerja pada pengolahan makanan, tekstil, dan barang logam. Investasi pada masa itu sebagian besar dikuasai swasta. Pada masa kependudukan jepang industri berkembang buruk, ha itu karena larangan impor bahan mentah. Pada tahun 1951 pemerintah mendorong perkembangan industri kecil dan membatasi berkembangnya industri besar yang ikuasai asing. Tahun 1957 sektor indstri mulai mengalami kemunduran karena situasi politik yang belum mendukung dan kurangnya tenaga kerja yang trampil. Pada saat orde baru kebijakan ekonomi dikomplekskan dan salah satunya adalah mengundang investor asing. Kebijakan- kebijakan ekonomi ini mampu membawa indonesia kedalam kondisi yang lebih baik.

 Klasifikasi Industri
Di Indonesia, industri dapat digolongkan berdasarkan kelompok komoditas, skala usaha, dan berdasarkan hubungan arus produknya. Penggolongan paling universal berdasarkan “baku internasional klasifikasi industri” (International Standard of Industrial Classification, ISIC) penggolongan tersebut dibedakan menjadi 9 yaitu:
Kode Kelompok Industri
31
32
33
34
35

36
37
38
39 Industri makanan, minuman, dan tembakau
Industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit
Industri kayu, dan barang-barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga
Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan, dan penerbitan
Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet, dan plastik
Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi, dan batu bara
Industri logam dasar
Industri barang dari logam, mesin, dan peralatannya
Industri pengolahan lainnya

Untuk keperluan perencanaan anggaran negara dan analisis pembangunan, pemerintah membagi sektor industri pengolahan menjadi tiga subsektor yaitu:
1. Subsektor industri pengolahan nonmigas
2. Subsektor pengilangan minyak bumi, dan
3. Subsektor pengolahan gas alam cair.
• Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan ringan.
b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan industri pengolahan rotan.
c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industri keramik.
d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.

• Klasifikasi industri berdasarkan lokasi usaha
Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan industri. Berdasarkan lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi :
a. Industri berorientasi pada pasar (market oriented industri), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.
b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industri), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya.
c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industri), yaitu industri yang didirikan dekat atau di tempat pengolahan. Misalnya: industri semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).
d. Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.
e. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industri), yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.

• Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi
Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi :
a. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri meubel.
b. Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium, industri pemintalan, dan industri baja.


• Klasifikasi industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga pengklasifikasian industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut :
a. Industri Kimia Dasar (IKD)
Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan modal yang besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun industri yang termasuk kelompok IKD adalah sebagai berikut :
1. Industri elektronika, misalnya : radio, televisi, dan komputer.
2. Industri mesin listrik, misalnya : transformator tenaga dan generator.
3. Industri kereta api, misalnya : lokomotif dan gerbong.
4. Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya : mobil, motor, dan suku cadang kendaraan bermotor.
5. Industri pesawat, misalnya : pesawat terbang dan helikopter.
6. Industri logam dan produk dasar, misalnya : industri besi baja, industri alumunium, dan industri tembaga.
7. Industri perkapalan, misalnya : pembuatan kapal dan reparasi kapal.
8. Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya : mesin produksi, peralatan pabrik, dan peralatan kontruksi.

b. Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)
Industri ini merupakan industri yang mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat atau rekayasa mesin dan perakitan. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut :
1. Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya : mesin traktor, mesin hueler, dan mesin pompa.
2. Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya : mesin pemecah batu, buldozer, excavator, dan motor grader.
3. Industri mesin perkakas, misalnya : mesin bubut, mesin bor, mesin gergaji, dan mesin pres.

c. Aneka Industri (AI)
Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan bermacam-macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut :
1. Industri tekstil, misalnya : benang, kain, dan pakaian jadi.
2. Industri alat listrik dan logam, misalnya : kipas angin, lemari es, dan mesin jahit, televisi, dan radio
3. Industri kimia, misalnya : sabun, pasta gigi, sampho, tinta, plastik, obatobatan, dan pipa.
4. Industri pangan, misalnya : minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan kemasan.
5. Industri bahan bangunan dan umum, misalnya : kayu gergajian, kayu lapis, dan marmer.

d. Industri Kecil (IK)
Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja sedikit, dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga, misalnya : industri kerajinan, industri alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah (gerabah).

e. Industri Pariwisata
Industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa wisata seni dan budaya (misalnya : pertunjukan seni dan budaya), wisata pendidikan (misalnya : peninggalan, arsitektur, alat-alat observasi alam, dan museum geologi), wisata alam (misalnya : pemandangan alam di pantai, pegunungan, perkebunan, dan kehutanan), dan wisata kota (misalnya : melihat pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, wilayah pertokoan, restoran, hotel, dan tempat hiburan).
C. Konsep Makro Ekonomi Sektor Industri
 Perkembangan Jumlah Perusahaan
Perusahaan yang bergerak di sektor industri pengolahan di Indonesia tahun 2003 mencapai 4,21 juta, sebagian besar merupakan industri makanan dan minuman serta kerajinaan. Hasil ini dua kali lipat lebih banyak dari tahun- tahun. Sayangnya pertumbuhan jumlah perusahaan belum diiringi dengan perbaikan dalam hal komposisi skala usaha. Industri-industri berskala kecil dan rumah tangga masih sangat dominan, sedangkan industri berskala sedang dan besar meningkat sangat sedikit.
 Kinerja ekspor
Meskipun Indonesia beberapa tahun terakhir ini dilanda krisis multi dimensi, tetapi perkembangan ekspor dan impor masih cukup mengembirakan. Contohnya saja di derah jawa timur. Berikut adalah data komoditi utama ekspor Jawa Timur dalam tahun 2000 adalah sebagai berikut :
No JENIS KOMODITI REALISASI (Kilogram)
1. Kertas, kertas karton dan produk kertas, barang dari Pulp 1.390.442.109,83
2. Perabot rumah, kasur tempat tidur, bantal dan kelengkapannya 218.556.408,61
3. Ikan, Udang, binatang lunak dan binatang air lainnya 86.575.102,46
4. Kayu dan batang dari kayu, arang kayu 512.633.917,82
5. Tembaga dan barang terbuat dari tembaga 153.220.446,32
6. Alas kaki, pelindung kaki dan semacam itu dan bagiannya 35.601.598,65
7. Bahan kimia organik 290.288.075,97
8. Plastik dan barang dari plastik 118.252.598,96
9. Serat Steple buatan 46.672.165,56
10. Tembakau 37.615.571,48
11. Kopi, teh, mete dan rempah-rempah 71.405.610,77
12. Aluminium dan barang-barang dari aluminium 32.647. 650,10
13. Mutiara, batu permata, logam mulia, perhiasan imitasi 839.089,60
14. Reaktor nuklir, ketel uap, mesin dan pesawat mekanik dan bagiannya 29.859.306,32
15. Besi baja 289.295.238,04
16. Barang dan besi baja 60.396.500,77
17. Mesin dan alat listrik, barang elektronikdan bagiannya 25.350.175.74
18. Kaca dan barang dari kaca 169.393.088,20
19. Kendaraan dan bagian serta kelengkapannya 17.261.272,88
20. Minyak dan lemak hewani/nabati, lemak olahan malam 205.656.683,94
Ekspor manufaktur nasional tidak kehilangan daya saingnya. Kinerja ekspor manufaktur yang cukup baik membuktikan bahwa manufaktur Indonesia masih punya ”taring” di pasar dunia.




 Kinerja pendapatan
Strategi pembangunan di indonesia contohnya daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) dilakukan berdasarkan pertumbuhan melalui pemerataan dengan prinsip membangun dari apa yang dimiliki rakyat dan apa yang ada pada rakyat, dengan titik berat pembangunan yang berlandaskan pada pembangunan ekonomi rakyat, pendidikan rakyat, dan kesehatan rakyat. Strategi pembangunan yang menjadi pilihan tersebut memerlukan langkah-langkah operasional yang terukur dan disesuaikan dengan paradigma baru pembangunan. Kinerja pendapatan per kapita penduduk diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993 dibagi dengan jumlah penduduk tengah tahun. Pendapatan per kapita dari Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan harga konstan 1993 pada tahun 2001 adalah sebesar Rp 732.100 per tahun atau Rp 61.008 per bulan atau berdasarkan harga yang berlaku pada tahun 2001 adalah sebesar Rp 1.811.696 per tahun atau Rp 150.975 per bulan (NTT dalam Angka Tahun 2001, hlm. 469). Jika menggunakan nilai kurs $US 1 = Rp 9000-an (rata-rata nilai kurs pada tahun 2001), maka pendapatan per kapita NTT pada tahun 2001 atas dasar harga yang berlaku adalah setara dengan $US 200-an.

 Kinerja Penciptaan kerja
Kinerja penciptaan kerja di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2001 atas dasar harga konstan 1993 adalah sebesar Rp 1.717.650. Kinerja penciptaan lapangan kerja di kabupaten- kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur terdapat 10 kabupaten sebagai berikut: Sumba Barat (Rp 1.017.750), Manggarai (Rp 1.148.580), Timor Tengah Utara (Rp 1.281.730), Belu (Rp 1.406.250), Ngada (Rp 1.523.980), Timor Tengah Selatan (Rp 1.534.660), Flores Timur (Rp 1.575.030), Sikka (Rp 1.597.360), Alor (Rp 1.652.970), dan Ende (Rp 1.703.280).


D. Mikroekonomi Struktur Pasar
Keluaran yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan disektor industri tidak hanya berupa barang hasil produksinya. Beberapa jenis industri tertentu menghasilkan pula tenaga listrik yang kelebihannya kemudian dijual, beroleh penghasilan dari industri yang diberikan kepada pihak lain, serta penerimaan dari industri lain yang sifatnya nonindustri.
1. Keluaran, Masukan, dan Nilai Tambah
Nilai keluaran (output value) industri kerajinan/rumah tangga tahun 2003 rata-rata sebesar Rp 3,71 juta per unit usaha. Dengan nilai masukan (input value atau input cost) Rp 2,32 juta, maka tiap unit usaha industri rumah tangga pada tahun tersebut rata-rata menghasilkan nilai tambah (value added) sebesar 1.39 juta. Dalam perbandingan antar bidang, perusahaan besar/sedang yang paling besar nilai tambahnya ialah yang bergerak dalam industri makanan dan minuman.
2. Struktur Biaya
Biaya yang dikeluarkan perusahaan-perusahaan di sektor industri pengolahan dapat dirinci atas biaya bahan baku; biaya sewa kapital; dan biaya jasa-jasa. Jumlah dari keempat macam biaya ini dinamakan biaya masukan. Nilai keluaran dikurangi biaya masukan disebut biaya tambah. Disamping itu tentu saja dikeluarkan biaya tenaga kerja yang terdiri atas gaji, upah serta berbagai tunjangan dan bonus. Biaya tenaga kerja merupakan bagian dari nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu industri. Biaya masukan ditambah biaya tenaga kerja kemudian membentuk biaya total. Selisih antara nilai keluaran dan biaya total merupakan keuntungan kotor atau profit bruto. Secara garis besar, struktur biaya suatu industri dapat dirumuskan sebgai berikut:

Nilai tambah dan profit bruto dapat pula dirumuskan sebagai berikut:









3. Upah dan Produktifitas Kerja
Upah Minimum Regional adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum.
Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat, membentuk tim survei dan turun ke lapangan mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di sejumlah kota dalam propinsi tersebut yang dianggap representatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) - dulu disebut Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum regional (UMR) kepada Gubernur untuk disahkan. KOmponen kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup pekerja lajang (belum menikah).
Saat ini UMR juga dienal dengan istilah Upah Minimum Propinsi (UMP) karena ruang cakupnya biasanya hanya meliputi suatu propinsi. Selain itu setelah otonomi daerah berlaku penuh, dikenal juga istilah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Tahun UMR / UMP Tanggal Berlaku Kenaikan UMR / UMP dlm US$
2000 Rp231,000 1-Jan-00 16.7% $27,64
2000 Rp286,000 1-Apr-00 23.8% $34,22
2000 Rp344,257 1-Sep-00 20.4% $41,20
2001 Rp426,257 1-Jan-01 23.8% $41,78
2002 Rp591,266 1-Jan-02 38.7% $63,68
2003 Rp631,554 1-Jan-03 6.8% $73,60
2004 Rp671,550 1-Jan-04 6.3% $75,22
2005 Rp711,843 1-Jan-05 6.0% $73,43
2006 Rp819,100 1-Jan-06 15.1% $89,44
2007 Rp900,560 1-Jan-07 9.9% $98,55
2018 Rp972,604 1-Jan-08 8.0% $100,99
2009 Rp1,069,865 1-Jan-09 10.0% $103,62
2010 Rp1,118,009 1-Jan-10 4.5% $124,22
Tingkat upah menunjukkan jumlah yang diterima oleh pekerja dari perusahaan atau indutri tempatnya bekerja. Produktifitas tenaga kerja mencerminkan jumlah yang disumbangkan oleh pekerja kepada perusahaan atau industri tempat bekerja. Semakin tinggi tingkat upah berarti semakin besar jumlah yang diterima pekerja.

4. Konsentrasi dan Daya Saing
Untuk mengukur kadar konsentrasi suatu industri ada beberapa alat analisis yang bisa digunakan. Dintaranya yang paling lazim diterapkan adalah CR-4 dan Herfindahl Index (Concercration Ratio of the 4 largest conpanies) adalah suatu koefisien yang menjelaskan presentase penguasaan pangsa pasar oleh 4 perusahaan terbesar dalam suatu industri. Koefisien CR-4 yang semakin kecil mencerminkan struktur yang semakin bersaing sempurna. Pasar suatu indutri dinyatakan berstruktur oligopolistik apabila koefisien CR-4 melebihi 40%. Indeks Herfindahl juga mencerminkan derajat peguasaan pasar dalam suatu indutri dari tahun ke tahun. Apabila indeks itu meningkat dari tahun ke tahun berarti pasar industri yang bersangkutan cenderung berstruktur oligopoli, atau bahkan monopoli. Jika sebaliknya, berarti struktur pasar mengarah ke persaingan sempurna.
Daya saing suatu komoditas industri di pasar dunia dapat ditelaah dengan tiga macam kriteria yaitu Constant Market Shares (CMS), Effective Rate of Protection (ERP), dan Domestik Resource Cost (DRC). Kriteria CMS didasarkan pada tiga efek yaitu efek pertumbuhan pasar dunia; efek komposisi komoditas; dan efek daya saing itu sendiri. Sedangkan ERP membandingkan nilai keluaran suatu komoditas dalam struktur ndustri yang protektif dengan nilai keluarannya andaikata tidak dilindungi. Adapun DRC mengukur keunggulan komparatif suatu komoditas indutri berdasarkan muatan sumber daya alam dalam negeri yang digunakan untuk menghasilkan komoditas yang bersangkutan.
5. Sasaran dan Kebijaksanaan
Sasaran PJP II. Sasaran pembangunan industri pada akhir PJP II ialah terwujudnya sektor industri yang kuat dan maju sehingga mampu menunjang terciptanya perekonomian yag mandiri dan andal.
Sasaran Repelita VI. Khusus untuk Repelita VI yang tengah berjalan sekarang pertumbuhan nilai tambah sektor industri diperkirakan mencapai rata-rata 9,4% per tahun, termasuk indutri pengolahan migas.
Kebijaksanaan
Untuk mendukung tercapainya sasaran diatas, dalam repelita yaang telah berjalan sekarang pemerintah menempuh serangkaian kebijaksaan pembangunan indutri yang didasarkan pada empat macam strategi:
a. Pembangunan industri berspektrum luas yang berorientasi pada pasar internasional
b. Pembangunan industri dengan percepatan peguasaan teknologi
c. Pembangunan industri bertumpu pada mekanisme pasar dengan dunia usaha sebagai pemeran utama
d. Pembangunan industri yang mengutamakan tercapainya pertumbuhan bersamaan dengan pemerataan.
E. Peranan Sektor Industri dalam Pembangunan Ekonomi
Industrialisasi sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Dengan kata lain, pembangunan industri itu merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat, bukan merupakan kegiatan yang mandiri untuk hanya sekedar mencapai fisik saja.
Industrialisasi juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumber daya alam dan sumber daya lainya. Hal ini berarti pula sebagai suatu usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga manusia disertai usaha untuk meluaskan ruang lingkup kegiatan manusia. Dengan demikian dapat diusahakan secara “vertikal” semakin besarnya nilai tambah pada kegiatan ekonomi dan sekaligus secara “horizontal” semakin luasnya lapangan kerja produktif bagi penduduk yang semakin bertambah. Banyak pendapat muncul bahwa industri itu mempunyai peranan penting sebagai sektor pemimpin (leading sektor). Sektor pemimpin ini maksudnya adalah dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainya seperti sektor pertanian dan sektor jasa. Pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi industri. Sektor jasapun berkembang dengan adanya industrialisasi tersebut, misalnya berdirinya lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga pemasaran/periklanan, dan sebagainya, yang kesemuanya itu nanti akan mendukung lajunya pertumbuhan industri. Seperti diungkapkan sebelumnya, berarti keadaan menyebabkan meluasnya peluang kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan permintaan masyarakat (daya beli). Kenaikan pendapatan dan peningkatan permintaan (daya beli) tersebut menunjukkan bahwa perekonomian itu tumbuh sehat
UNIDO (United Nations for Industrial Development Organization) mengelompokkan negara-negara sebagai berikut (Muhammad, 1992) :
1. Kelompok negara non-industri apabila sumbangan sektor industri terhadap PDB kurang dari 10 persen.
2. Kelompok negara dalam proses industrialisasi apabila sumbangan tersebut antara 10-20 persen.
3. Kelompok negara semi industrialisasi jika sumbang tersebut antara 20-30 persen.
4. Kelompok negara industri jika sumbangan tersebut lebih dari 30 persen.

Perroux mengatakan, pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Inti pendapat Perroux (dalam Muhammad, 1992) adalah sebagai berikut :
1. Dalam proses pembangunan akan timbul industri pemimpin yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Karena keterkaitan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri pemimpin akan mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan erat dengan industri pemimpin tersebut.
2. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah sehingga perkembangan industri di daerah tersebut akan mempengaruhi perkembangan daerah-daerah lainya.
3. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dari industri pemimpin atau pusat pertumbuhan. Daerah yang relatif maju atau aktif akan mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif.
F. Keterkaitan antar Industri
Pendapat-pendapat yang mendukung investasi dalam bidang industri sebagai suatu prioritas pembangunan bukan hanya didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pertumbuhan industri menyertai pembangunan. Para penganjur industri menunjukkan bahwa industri merupakan suatu sektor pemimpin karena industri tersebut merangsang dan mendorong investasi-investasi di sektor-sektor lain juga. Pola perkembangan industri dimana barang hasil produksi suatu industri dimanfaatkan oleh industri lainnya adalah bentuk keterkaitan antar industri.
Konsep pertumbuhan tidak seimbang menunjukkan bahwa pertumbuhan yang cepat dari satu atau beberapa industri mendorong perluasan industri-industri lainnya yang terkait dengan sektor industri yang tumbuh lebih dahulu tersebut. Keterkaitan-keterkaitan ini bisa keterkaitan ke belakang, misalnya industri tekstil menyebabkan peningkatan produksi kapas atau zat-zat pewarna untuk disediakan bagi industri tekstil tersebut. Keterkaitan tersebut bisa juga keterkaitan ke depan, misalnya adanya industri tekstil domestik mendorong tumbuhnya investasi dalam industri pakaian jadi.

G. Industri dan Tujuan Pembangunan
Setelah melihat industri dari berbagai perspektif, maka dapat disimpulkan peranan yang diharapkan dari industri terhadap pembangunan. Pertama, industrialisasi bukanlah suatu “obat yang paling mujarab” untuk mengobati keterbelakangan. Tidak ada satupun faktor produksi, atau kebijaksanaan, atau sektor, yang bisa menyelesaikan secara sendiri-sendiri proses pembangunan. Demikian pula halnya dengan industri. Tetapi sektor industri mempunyai 2 pengaruh yang penting dalam setiap program pembangunan. Pertama, produktivitas yang lebih besar dalam industri merupakan kunci untuk meningkatkan pendapatan per kapita. Kedua, industri pengolahan memberikan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar bagi Industri Subsitusi Impor (ISI) yang efesien dan meningkatkan ekspor daripada industri primer.
Jika industrialisasi bukan merupakan obat yang mujarab bagi keterbelakangan, demikian juga halnya pembangunan perdesaan. Masing-masing membutuhkan yang lainnya, dan akan gagal jika pertumbuhan tidak seimbang serta terlalu jauh. Industri bisa menyediakan input-input produktif, terutama pupuk dan peralatan pertanian yang sederhana, bagi pertanian. Jika kebijaksanaan luar negeri dijalankan dan industri pengolahan telah efisien, input-input tersebut bisa ditawarkan dengan harga yang lebih murah daripada harga impor. Hubungan tersebut bisa kebalikannya, karena pertanian menyediakan bahan-bahan baku untuk industri, misalnya kapas, tembakau atau karet.
Pertanian dan industri juga saling menyediakan pasar bagi barang-barang produksinya masing-masing. Jika pendapatan sektor pertanian tersebut tumbuh secara merata. Dimana di butuhkan land-reform dan pembangunan pedesaan yang sangat meluas, maka industri akan menikmati pasar yang lebih luas bagi barang-barang konsumsinya. Sejalan dengan itu. Pertumbuhan pendapatan di perkotaan yang didorong oleh perluasan industri, akan mendorong pertumbuhan output pertanian dan produktivitas melalui kenaikan permintaan akan pangan. Namun demikian, kunci dari permintaan akan pangan tersebut adalah tingkat pengerjaan yang meningkat dan perbaikan distribusi pendapatan di perkotaan.

 Industri Subsitusi Impor (ISI)
Salah satu strategi industrialisasi yang dilaksanakan Indonesia, sejak zaman pemerintahan Orde Baru adalah Industri Subsitusi Impor (ISI). ISI ini diharapkan bisa menghasilkan barang-barang baru dalam negeri yang semula diimpor. Setelah subsitusi impor berhasil, baru kemudian sebagian hasil produknya diekspor. Jadi subsitusi impor ini memegang peranan penting dalam mengenalkan barang-barang baru yang dulunya diimpor dan kemudian dihasilkan sendiri.
Alasan untuk mengadakan ISI ini sebenarnya berbeda-beda antara suatu negara dengan negara lain. Namun demikian, berikut dijelaskan beberapa alasan penting.
• ISI dimaksudkan untuk mengurangi atau menghemat penggunaan devisa. Seperti diketahui, hampir semua negara berkembang seringkali mengalami kekurangan devisa. Oleh karena itu, devisa yang sedikit harus digunakan secara efektif dan efesien.
• Dengan adanya ISI biasanya pemerintah melakukan proteksi terhadapnya dengan cara pembatasan barang-barang impor. Pembatasan barang-barang impor tersebut tentu saja akan mengurangi jumlah barang-barang impor, sementara itu permintaan di dalam negeri masih tetap besar, sehingga pada akhirnya para pengusaha dalam negeri terdorong untuk meningkatkan produksi barang-barang yang terkena pembatasan impor tersebut. Dengan kata lain, ISI ini bisa merangsang kegiatan ekonomi para pengusaha di dalam negeri.
• ISI bisa dimaksudkan untuk segera dapat memenuhi kebutuhan sendiri akan berbagai barang industri dan juga karena semangat kemerdekaan yang timbul di negara berkembang, yang kemudian diikuti pula oleh keinginan untuk mencapai kemerdekaan dalam bidang ekonomi.
• Alasan lain bagi adanya ISI adalah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi di dalam negeri. Walaupun suatu negara tidak mengalami kesulitan devisa, tetapi untuk memajukan perekonomian dan mendorong timbulnya industri-industri utama di dalam negeri, Negara tersebut melakukan proteksi dan memberikan berbagai macam fasilitas kepada para pengusaha. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh para pengusaha bisa meningkat dan dapat mendorong kegiatan ekonomi lebih lanjut.

Dalam pelaksanaannya kebijaksanaan ISI, ada berbagai masalah yang dihadapi oleh negara berkembang yang melaksanakannya. Pertama, kualitas barang yang dihasilkan. Kualitas barang yang dihasilkan di dalam negeri sebagai barang subsitusi impor sering jauh lebih rendah daripada hasil produksi luar negeri. Kualitas yang rendah ini akan sulit untuk diekspor. Dengan demikian, ISI bukannya menghemat penggunaan devisa tetapi juga menurunkan penerimaan ekspor. Kedua, biaya produksi.pada tahap awal industrialisasi bisanya dibutuhkan biaya yang sangat besar digunakan untuk tenaga kerja, membeli mesin-mesin, dan membeli bahan-bahan baku yang diperlukan. Jadi modal yang diperlukan sangat banyak. Jika suatu negara mempuyai modal yang sedikit, maka dalam tahap awal indutrialisasinya terpaksa mendatangkan modal dan tenaga kerja dari luar negeri.
1. Kaitan sektor pertanian dengan sektor industri
Pengalaman beberapa negara berkembang, antara lain India, RRC dan Filipina, telah menunjukan bahwa suatu sektor pertanian yang pertumbuhannya lamban dapat menghambat pertumbuhan ekonomi pada umumnya dan sektor industri pada khususnya. Hal ini dapat terjadi karena produksi pertanian yang lamban akan meningkatkan harga pangan, sehingga tingkat upah juga cenderung naik, sehingga pada akhirnya akan dapat menghambat pertumbuhan sektor industri.
2. Skala ekonomis
Dapat memberikan dorongan yang lebih kuat kepada perusahaan-perusahaan yang baru daripada strategi ISI, karena perusahaan-perusahaan ini dapat menyusun rencana investasi, produksi, dan pemasaran mereka atas dasar potensi pasar domestik dan pasar ekspor. Dengan strategi promosi ekspor sejak semula dapat dibangun pabrik dengan skala ekonomi yang efisien, oleh karena dalam membangun pabrik-pabrik tersebut para pengusaha sudah merencanakan untuk memasarkan sebagian dari produksi mereka di pasar dunia.

3. Dampak persaingan atas prestasi perusahaan
Produksi pertanian yang lamban akan meningkatkan harga pangan, sehingga tingkat upah juga cenderung naik, sehingga pada akhirnya akan dapat menghambat pertumbuhan sektor industri. Suatu segi positif yang penting dari strategi promosi ekspor adalah bahwa persaingan di pasar ekspor mengharuskan para pengusaha untuk menjajaki berbagai cara untuk menekan biaya produksi mereka sampai ke tingkat yang serendah-rendahnya, sehingga hasil produksi mereka dapat bersaing dalam harga di pasar ekspor.
4. Kekurangan devisa atas pertumbuhan ekonomi
Jika kekurangan devisa dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang pesat pada tingkat makro ekonomi, skala investasi nasional perlu dikurangi, jika diperkirakan bahwa pada tahun mendatang akan dihadapi masalah kekurangan devisa.
.
H. Tantangan Perkembangan Sektor Industri dan Kontribusi Bagi Masyarakat
 Tantangan perkembangan sektor industri
1. Meningkatnya daya saing dan keunggulan kompetitif industri nasional yang mengandalkan pada keterampilan dan kreativitas sumber daya manusia, kemampuan teknologi dan kemampuan manajemen dengan tetap memanfa atkan keungulan komparatif yang dimiliki.
2. Peningkatan kemampuan tenaga kerja industrial yang ahli dan trampil dalam jumlah dan mutu yang sesuai dengan kebutuhan berbagai jenis industri termasuk mendorong untuk menguasai dan melaksanakan pengalihan berbagai jenis teknologi guna mendukung proses industrialisasi
3. Menumbuhkan motivasi dan daya kreasi inovatif yang luas serta menciptakan iklim usaha dan persaingan yang sehat termasuk perlindungan hasil inovasi.
4. Menggerakkan tabungan masyarakat dan menyalurkannya ke arah investasi yang produktif di sektor industri, dan secara efektif mampu memberikan dampak ganda terhadap proses akumulasi modal.
5. Mengembangkan iklim investasi dan berbagai sistem insentif yang dapat lebih meningkatkan daya tarik investasi di sektor indsutri
6. Perluasan basis pendukung industri dengan mengembangkan keterkaitan, persebaran, struktur produksi-ekspor-impor sebagai prasyarat terciptanya struktur industri yang kukuh
7. Membangun perangkat kelembagaan yang mantap sehingga sektor industri senantiasa mampu tanggap dan terandalkan dalam menghadapi berbagai perkembangan ataupun perubahan yang timbul
8. Mengembangkan dan mempercepat pertumbuhan industri kecil dan menengah secara lebih terarah, terpadu dan efektif sehingga menjadi tulang punggung struktur industri nasional
9. Meningkatkan kemampuan industri kecil dan menengah yang telah mulai berkembang untuk memanfaatkan relokasi industri yang berasal dari negara maju ke Indonesia, khususnya industri skala menengah.
10. Menentukan pilihan kebijakan yang tepat untuk melaksanakan pembangunan industri yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan pengaturan tata ruang yang tepat.

 Kontribusi bagi masyarakat
Dalam upaya meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat sekitar sekitar, ada berbagai macam kegiatan yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan memberdayakan masyarakat dalam bidang :
1. Pengembangan Ekonomi misalnya kegiatan di bidan pertanian, peternakan, koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM).
2. Kesehatan dan Gizi Masyarakat misalnya penyuluhan, pengobatan, pemberian gizi bagi balita, program sanitasi masyarakat dan sebagainya.
3. Pengelolaan Lingkungan misalnya penanganan limbah, pengelolaan sampah rumah tangga, reklamasi dan penanganan dampak lingkungan lainnya.
4. Pendidikan, Ketrampilan dan Pelatihan misalnya pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi dan siswa tidak mampu, magang atau job training, studi banding, peningkatan ketrampilan, pelatihan dan pemberian sarana pendidikan.

I. Pola pengembangan industri
Indonesia mengenal tiga kelompok pemikiran dalam kaitannya dengan langkah-langkah yang perlu diambil untuk menentukan keberadaan sekotr industry, ketig kelompok pemikir tersebut:
1. Pengembangan sector industry hanya diarahkan kapada yang memiliki keunggulan kompetitif (competitive adventage). Pemikiran seperti ini boleh dikatakan diwakili oleh kalagan ekonom akademis.
2. Konsep delapan wahana transformasi teknologi dan industry yang dikemukakan oleh Menteri Riset dan Teknologi, yaitu pada dasarnya memprioritaskan pengembangan industri-industri hulu secara serentak (simuultan).
3. Konsep keterkaitan antar industry, khususnya keterkaitan antara hulu-hilir. Konsep ini merupakan konsep Menteri Perindustrian.
Pengelompokkan pola pikir industrialisasi diatas sebenarnya secara keseluruhana telah tercakup dalam Pola Pengembangan Industri Nasional (PPIN) yang dibuat oleh Departemen Perindustrian. PPIN tersebut berintikan 6 butir kebijasanaan:
1. Pengembangan industry yang diarahkan untuk pendalaman dan pemantapan struktur industri serta dikaitkan dengan sector ekonomi lainnya.
2. Pengembangan industry permesinan dan elektronika penghasil barang model.
3. Pengembangan industry kecil.
4. Pengembangan ekspor komoditi industry
5. Pengembangan kemampuan penelitian, pengambangan dan rancang bangun khususnya perangkat lunak dan perekayasaan
6. Pembangunan kemampuan para wiraswasta dan tenaga kerja industrial berupa managemen, keahlian kejujuran serta keterampilan.















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah industri mempunyai dua arti. Pertama, industri dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan penghasil produk-produk kosmetik, industri tekstil maksudnya himpunan pabrik atau perusahaan tekstil. Kedua, industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi bahan mentah, bahan jadi atau bahan setengah jadi. Kegiatan pengolahan itu sendiri dapat bersifat manual, elektrikal, atau bahkan manual.
Kehadiran sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industri selalu memiliki dasar tukar yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar diabndingkan produk-produk sektor lain. Hal ini disebabkan karena industri memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memnerikan manfaat marjinal yang tinggi kepada pemakainya.

B. Saran
Di era globalisasi seperti sekarang ini nampaknya jika suatu Negara mampu menumbuh kembangkan sektor industrinya, maka dapat dipastikan Negara tersebut akan tumbuh menjadi Negara yang maju. Khusus indonesia, Negara kita selama ini memang cenderung untuk bergerak disektir pertanian. Penulis sangat mendukung adanya pasar perdaganagn bebas cina, mudah-mudahan akibat dari adanya perdagangan bebas tersebut indonesia mampu menunjukkan tajinya untuk kemudian mampu bersaing dengan Negara-negara maju lainnya. Oleh karena itu, seharusnya kebijakan-kebijakan perekonomian indonesia lebih menitikberatkan sektor indsutri tapi tanpa mengecualikan sektor-sektor penting lainnnya.




DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Diakses dari www.wikipedia.com pada tanggal 17 Desember 2010 jam 09.00 wib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar